Minggu, 23 Agustus 2015

Pilihan

0 komentar
Semakin bertambahnya umur, semakin banyak kita dihadapkan pada sebuah pilihan. Bukan sekedar omongan lalu bahwa "hidup adalah pilihan", bukan, bukan seperti itu, tapi benar benar memilih diantara dua atau bahkan banyak pilihan. Mau ke sana atau ke sini. Mau ambil yang ini atau yang itu. Benar-benar harus memilih dan tidak bisa mengambil semuanya
Pada awalnya sangat sulit untuk membuat pilihan. Seringkali malah menyesal akan pilihan yang diambil. Ah coba dulu aku ke situ, mungkin tidak seperti ini jadinya.
Tapi semakin lama keahlian dalam memilih akan semakin terasah, dan bila disadari ternyata tidak ada pilihan yang salah. Toh kita tidak pernah tahu tentang masa depan. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi bila kita ambil pilihan yang ini atau yang itu.
Inget nggak buku Ghost Bump yang sangat ngehitz di era 90an? buku misteri yang kadang menerbitkan seri petualangan, di mana kita kan memilih petualangan kita sendiri. Kita diharuskan memutuskan tindakan yang akan diambil dan itu menentukan halaman mana yang akan kita buka selanjutnya? Nah ketika baca buku itu tentu saja kubaca semua! hehe.. pilihan a, b, c semua kucoba, ternyata sama saja.. ujung-ujungnya pembaca akan celaka dan bertemu hal-hal mengerikan. Yah, namanya juga buku horor. Menurutku hidup ya mirip-mirip seperti itu. Ujung-ujungnya akan sama (tapi bukan horornya loh yaa). Selama kita berpegang teguh dengan tujuan utama hidup kita apapun pilihan yang diambil akan sama saja.
Kita akan sama-sama belajar dengan perjalanan yang kita lewati, baik melewati jalan A atau jalan B.
Karena itulah, elastisitas hati dan pikiran sangat diperlukan. Berkeras hati terhadap kehidupan akan membuat jiwa lelah dan terus merasa sulit. Hati, jiwa, dan pikiran harus segera berubah menyesuaikan keadaan. Harus siap akan apa yang akan dihadapi baik atau buruk, InsyaAlloh segalanya akan membangun diri dan mendorong ke arah tujuan sejati dari hidup.

Minggu, 24 Mei 2015

Wes ora gumun

5 komentar
Aku kan asalnya dari kampung yak, yang namanya piknik ke Jakarta itu wuiih sueneeeng banget ky  plesir ke negeri antah berantah. Liat gedung-gedung besar, liat Mall, liat keramaian.
pernah ditraktir sama sodara makan pizza, ampun daaah senengnya. Keinget bertaun taun kalo aku pernah makan pizzaaaa.. yang mana itu ga ada donks di kampungku.
Sekarang malah jadi perantauan di Jakarta.
Awal-awal merantau ya masih gumunan. Segala makanan yang aneh-aneh dicobain. Makan makanan luar negeri, nonton bioskop yang paling yahud, nonton pertunjukan mahal-mahal, ke Mall mana-mana, main di taman-taman kota yang keren, sampe akhirnya kesampean kerja di gedung bertingkat. Pokoknya yang dulu takgumunke kucobain lah. Sampe pada titik, semua terasa biasa.
Lalu aku kangen being gumunan.
ko aku wes ora gumunan yak.
asik loh padahal.. hhhehehe..
liat foto temen-temen yang di daerah maen sepeda di taman kota, foto-foto di air mancur, lesehan di alun-alun, makan makanan yang kalo aku liat "ih gitu doank difoto-foto, noh foto-fotonya food blogger donk makanannya sippp"
tapi kalo dipikir-pikir kangen deh dengan yang kaya gitu
kangen dengan hal biasa yang terasa istimewa.
jadi gitu yah, kalo segala yang kita inginkan sudah tersedia ngga ada lagi yang istimewa.
eh kaya jadi terasa nggak bersyukur yah?
hehee..
tapi kembali menjadi biasa aja itu asik loh.
masak-masak di rumah, nonton di rumah (guys, kubilangin yah, beli proyektor adalah investasi paling berharga yang pernah kulakukan! hhahaha.. , gelapin kamar, tariks slimut, nonton film apapun yang kita mau bareng keluarga.. sangat istimewa!) ke pasar bareng keluarga, ngracik kopi sendiri,  tutup mata dengan kehidupan para food blogger, travel blogger, dan segala blogger-blogger yang kehidupanya terasa bak mimpi, menenangkan banget ternyata.
biar muncul lagi rasa nggumun yang menyenangkan.


Selasa, 21 April 2015

Buku Dongeng

2 komentar
Suatu hari kakak ipar main ke rumah saya. Biasa, kumpul keluarga yang dibahas pasti tentang anak. Dari sekian banyak pembicaraan, entah  dari mana asal mulanya kami membicarakan tentang buku anak-anak. Saya mengeluhkan hanya sedikit buku dongeng Indonesia yang bagus, sementara di luar negeri sana buku dongeng bagus-bagus banget. Road Dahl, Dr Seuss, Brothers Grimm adalah beberapa pendongeng yang paling saya idolakan. Kalau di Indonesia saya baru menemukan Clara Ng.





 Kakak ipar hanya senyum dan nyletuk "Yaudah, kamua aja coba bikin buku dongeng yang bagus".. hahaha... skak mat! jawaban saya pun nggak kalah songonya "Iyaa ini sedang bikin" padahal sama sekali belom laaah.. hahaha
Tawaran menarik datang dari  Meina, dia mengajak saya ikut serta mbantuin bikin dongeng untuk tesisnya sebagai syarat kelulusan S2 nya di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. wow! pas bener. Langsung saja saya iyakan. Padahal ga pernah saya bikin cerita dongeng. Kalau ndongeng nya doank mah sering, tapi kan ngarang cerita beda sama menceritakannya. Gapapa deh, mari kita coba. Dalam tesisnya, Simbak Meina membuat semacam buku pelajaran untuk anak kelas 3 SD. Dalam buku itu akan ada berbagai dongeng dan anak akan mengambil pelajaran dengan dasar dongeng-dongeng tersebut.
Saya pun mulai membuat dan menyetor dongeng apa adanya. Tanpa memperdulikan bahwa dongeng harus ada hikmahnya. Dongeng anak-anak bagi saya yang penting tulus, apapun ceritanya pasti ada hikmahnya, mungkin kita orang dewasa tidak bisa menemukanya tapi kita akan terkejut bila anak-anak ditanya ini itu tentang cerita, mereka canggih loh "bikin" hikmah sendiri atas segala cerita. Tapi karena ini adalah proyek untuk buku pelajaran SD maka dongeng-dongeng saya yang seadanya dirombak sedikit sama Meina agar bisa gamblang segala permasalahan, solusi, dan keteladanannya. Ok, pelajaran juga buat saya. Toh mbak Meina ini orang yang berkompeten di bidang bahasa dan sastra, dan tentu saja dikelilingi para profesor yang jauh lebih ahli dalam bidang ini.
Setelah sekian lama, Akhirnya buku itu selesai juga, Alhamdulillah,
Cerita kemudian berlanjut,  buku itu akan diolah lagi menjadi buku pelajaran yang serius. Diolah lagi maksudnya akan digabungkan karya seorang profesional dan dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi buku yang benar-benar layak diterbitkan dan dipakai sebagai buku pengayaan siswa SD. Ketika Mbak Meina mengabarkannya tentu saja saya bahagiaaaa... tapi dia bilang tidak akan ada nama saya dan nama Meina di buku itu. Buku itu atas nama seorang Profesor. Saya cuma ketawa.
bilang iya, nggak apa-apa.

----

Suatu hari saya dikirimi buku tersebut. Melihat ada dongeng buatan saya di situ saja saya senang...
Setelah saya baca-baca buku itu saya simpan di lemari buku, dan tidak saya keluarkan lagi.
Saya juga tidak membacakan dongeng itu ke anak saya, karena saya pikir anak saya baru 2 tahun, cepat bosan dengan dongeng panjang yang sedikit gambarnya.
Suatu hari saya agak sedikit kaget ketika anak saya yang dua tahun itu menyebut-nyebut tokoh Kuncung.
Rupanya, Simbak di rumah menemukan buku itu, dan dia bacakan dongeng itu ke anak saya walaupun anak saya tampak nggak peduli dan tetap lari sana sini ketika dibacakan. Tapi ternyata dia jadi tahu tokoh-tokohnya, ada si Kuncung, si Katak, Beruang dan lain-lain.
Tidak hanya itu, Simbak juga menceritakan ke tetangga-tetangga bahwa emaknya Sara bikin buku loh, bagus! hahahaha...
Di hari lain, Simbak nanya Bu, itu buku ada lagi nggak? bagus loh bu bukunya, saya minta satu ya Bu, buat anak saya di kampung.
waduh.. saya jadi terharuuu *lap ingus* saya aja yang bikin nyuekin tuh buku, eh Simbak ini malah mau ngasih buku itu ke anaknya. Sayang seribu sayang buku itu hanya ada satu biji. Karena biaya cetak yang agak mahal jadi buku itu dicetak sangat terbatas *Emak irit* Saya hanya punya satu dan ga bisa donk saya kasihin ke si Embak. Saya janji kalau ada lagi nanti saya kasihkan ke Embak.

Beberapa hari berlalu tanpa ada kabar lagi tentang buku itu dicetak lagi atau tidak. Saya juga sudah lupa sebenarnya tentang janji saya ke Embak. Sampai suatu hari si Embak izin mau ke luar katanya mau ke fotokopian. Saya pikir oh mungkin si Embak mau fotokopi KTP atau surat berharga lainnya, ternyata si Embak mau ngopi buku dongeng saya. Oiya yah, kan bisa juga difotokopi. hehehe...
Pulang dari fotokopi si Embak girang bukan main. Katanya nih buuu muraaah lapan belas ribu udah jadi buku (dalam hati saya bilang lah kan item putih mbaaak mana menarik) anak saya di kampung pasti seneng saya kasih buku ini. heheee.. iya iya Mbaaak..
Kebetulan minggu depannya Simbak mudik ke kampung halaman dengan membawa oleh-oleh berupa buku dongeng fotokopian item putih.
Ketika Simbak pulang saya mau nggak mau harus bersih-bersih rumah. Saat itulah saya menemukan sebuah buku tulis kumal yang penuh dengan tulisan tangan. Dasar saya kepo, ada beginian langsung aja saya baca. Tulisanya nggak rapi dan pakai pinsil. Susah mbacanya. And you know what? isi buku itu adalah salinan buku yang saya bikin bersama Meina!. Dari halaman judul sampai setengah buku! Semuanya lengkap sama persis hingga titik komanya! Tulisan tangang!!!!! tulisan siapalagi kalau bukan tulisan si Embak.
Udah mau nangis aja rasanya.
Buku yang saya sepelekan ternyata segitu pentingnya buat si Embak sampai ditulis tangan.
Dan ini gara-gara saya yang nggak serius nanggapin si Embak yang ternyata beneran pengen ngasih buku itu ke anaknya.
Belakangan saya tahu rupaya si Embak menulis buku itu, sampai suatu ketika Simbak dikasih tahu sama temennya kalau ada yang namanya fotokopi,

-----------------------

Setelah kejadian itu saya jadi mikir pentingkah sebuah nama? perlukah pengakuan bahwa saya ikut menulis buku itu? betulkah saya menginginkan pengakuan itu?
Suami saya sering sekali menyuruh saya mengirimkan dongeng-dongeng bikinan saya ke majalah anak-anak, tapi tidak pernah saya lakukan. Kenapa? karena majalah anak-anak itu mahal. Cuma yang kaya yang bisa baca tulisan saya nanti.
Suami saya juga yang protes kenapa nama kamu nggak ada di buku itu nanti? kan plagiat namanya.
saya cuma bilang "Ora pateken"
yang saya pikirkan adalah kalau Buku pengayaan pelajaran itu jadi, dan memakai nama besar Profesor sebagai pengarangnya InsyaAlloh akan banyak lembaga yang percaya untuk menggunakan buku itu, semoga buku itu tersebar ke mana-mana dan buku itu akan dipakai oleh banyak anak. Kalau memang buku itu nantinya bermanfaat untuk orang banyak dan menjadi ilmu, masih pentingkah nama saya?
Selama bukan untuk hal komersial dan untuk kepentingan pribadi saya sama sekali tidak masalah.
Toh itu hanya sedikit karya saya.
Semoga nantinya saya bisa berkarya lebih banyak lagi, lebih berkualitas, dan lebih bermanfaat lagi.




Senin, 02 Maret 2015

Perempuan

0 komentar
Perempuan itu diuji keikhlasanya sampai titik nadir paling dasar.
Dihantam ujian mulai dari ujian fisik sampai ujian mental.
Ujian dengan satu pilihan, kamu harus mencintai Tuhanmu dengan rasa yang paling duaalam.
Ada banyak, tapi kusebutkan dua saja contohnya.
Ujian fisik paling dahsyat tentu saja melahirkan, coba tanya sama wanita manapun gimana rasanya pembukaan 5-9? Nggak ada yang bisa njawab.
Nggak ada kalimat yang bisa menggambarkan rasa sakitnya.
Dulu waktu melahirkan aku sempet mikir MasyaAlloh melahirkan aja rasanya kaya gini, meninggal gimana? bablas aja gimana kalo meninggal sekalian kayaknya udan nanggung, tapi kalo meninggal aku nggak bisa ngrawat anakku donk? nggak jadi deh.. hehehehe.. (Maaf ya Alloh, aku lancang)
Nggak ada pilihan lain selain 'ini semua hanya untukmu Ya Alloh.. karena buat apalagi sakit segitu dahsyatnya kalo bukan untuk Sang Pencipta?
Lalu kalimat Inna solati wanusuki wamahyaya wa mamati' sangat terasa meresap ke setiap urat nadi.
Lalu ujian batin?
Aturan lelaki boleh menikah lagi itu ujian mental yang luar biasa dahsyat juga bagi wanita.
Perempuan itu menikah untuk mengisi dirinya dalam jiwa,
Materi dan urusan fisik itu hiasan semata.
Ketika suaminya menikah lagi huwaaahh itu perampasan 3/4 jiwanya.... bila..
nah ini dia..
ada bila nya..
bilaaaa dia menikah karena cinta suaminya atau cinta keluarganya, beda cerita kalo cinta sama Alloh Yang Kuasa..
Hayoloh, koe meh manut aturanKu pora? lawong sama Aku yo diperbolehkan kok.. (yaa bayanganku si Yang Maha Kuasa lagi ngomong gitu.. hehhe)
Ujian cinta yang luar biasa bukan?
Egomu dirontokkan sedemikian rupa sehingga hanya cinta pada Alloh satu-satunya cara mengikhlaskan diri menjalankan aturan ini. (please ya Alloh, saya jgn diuji dg cara begini yaaa..)


Kamis, 29 Januari 2015

Aksara Takut

3 komentar
Dari Aksara aku banyak sekali belajar. Tentang kehidupan, tentang science, tentang manusia, tentang apapun. Banyak momen yang ooh ternyata gitu.. ko bisa ya..
Satu yang baru kuamati,
Aksara itu nggak takut apapun (tadinya).
Aku sangat takut mendekati phobia (yaa mungkin) sama ulet.
Aksara mah enggak. Pernah suatu hari aku pulang kerja terus buka pintu dan aksara lagi mainan ulet di dalam toples! tidaaaaaaaaakk!! Aksara dengan ceria nunjukin uletnya, mamaaah ini ulet.. ulet nih maaah uleeett..
aku kuat-kuatin ngliatin dan pasang senyum oooh iyaaa itu uletnya Sara yaaah... tapi nggak mau masuk rumah.
Ini pasti ulah bapaknya!
Segeralah kupanggil bapaknya Sara buat buang tuh ulet, dengan dalih ah kasian uletnya di toples ulet kan idupnya di pohon naak..
Suatu hari aku ganti pengasuh, yang mana takut juga ama ulet.
Setiap Aksara nunjukin ulet di pohon depan rumah si embak triak triak histeris hiiii jijik hiii takut hiiii uleeeett..
daaaan akhirnya Aksara ikut ikutan. hheerrrhhhgg
Sekarang Aksara jadi "takut" ulet. kalo ada ulet dia akan menjauh dan bilang hiii jijik hiiii Sara takut ulet hiiiii..
yaelah
udah susah payah aku nahan ketakutan dan pura-pura gembira biar anakku pemberani dan nggak takut hal-hal nggak penting gitu malah hancur sudah sama ajaranya si embak.
Mau kubilangin juga udah terlambat, mau nyalahin si embak ya nggak bisa juga, aku juga yang salah, salah sendiri nggak ngasuh full sendiri, jadi segala ajaran nggak terserap dengan baik.
Jadi ketakutanya Aksara sama Ulet ini ketakutan yang dibuat sama lingkungan. Lawong aslinya Sara itu temennya ulet (eh?) ko sekarang jadi sok-sok menjauh gitu..
Jangan-jangan kita juga gitu yah, kita tidak terlahir dengan rasa takut, lingkungan yang mendoktrin kita dengan ketakutan.
Mulai dari hal sepele kaya takut sama ulet sampai takut miskin, takut, takut nggak punya temen, takut pindah ke tempat baru, takut gagal, dan segala ketakutan lain yang sebenarnya itu nggak ada.

Bahagia

2 komentar
Kita nggak akan pernah tahu sepenuhnya apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain. Semua orang punya sejarahnya masing-masing. Kita cuma bisa liat dari luarnya aja. Mungkin dia cerita segala pencapaianya tapi nggak pernah crita sedih-sedihnya, atau sebaliknya.
Dulu, waktu masih sekolah aku nggumunan banget ama temen-temen. Ih ko dia pinter banget pidato sih, berwibawa gitu pasti besok dia bakal jadi pemimpin. Wah dia pinter baget di segala pelajaran pasti besok bakal jadi ilmuwan sukses kerja di perusahaan minyak dan kaya raya, atau ya ampuun dia tuh cantik banget disukai banyak cowok udah gitu ramah dan baik banget pasti besok dapet pasangan paling baik paling ganteng dan punya rumah tangga bahagia..
life goes on..
kita sibuk dengan dunia masing-masing dan sampai suatu saat ada waktu luang dan buka-buka facebook. Adanya facebook bikin kita menemukan temen-temen yang dulu, termasuk temen-temen yang dulu aku kagumin. Facebook menyambungkan dari ini temenya ini, terus ini temennya itu, disambungin si ini sama si itu, terus ooooh ini kan si itu yang dulu begini begitu.. dan sering kali bikin kaget, hah? serius dia sekarang ada di tempat itu? itu pasanganya? lalu buka semua foto-fotonya, lalu ya ampun ternyata dia nggak se"sukses" yang kita bayangkan dulu. Kalian pernah nggak sih ngalamin gitu? apa aku aja? mungkin akibat dari aku yang  nggumunan itu kali.
si pintar yang ternyata nggak nglanjutin sekolah
si cantik yang sudah menikah muda dan bercerai
si pemimpin yang ternyata belum kerja
rasa awal ketika menemukan hal-hal seperti itu adalah (kalo kata pak beye sih) prihatin
Tapi setelah dipikir-pikir.
ih ko prihatin sih, emang aku tau dia itu "gagal?" jangan-jangan memang cita-citanya gitu. Jangan-jangan ketika dia nggak sekolah dia punya sejuta pengalaman yang menjadi ilmu tak ternilai dan nggak ada di sekolah.
Jangan-jangan si Cantik lebih bahagia hidupnya sekarang, menikmati jadi single parent berdua sama anaknya.
Jangan-jangan yang belum kerja lagi merintis bisnis atau menemani orangtuanya yang sedang sakit.
yang semuanya berujung pada sebenernya mereka bahagia, kitanya aja yang memandang mereka lebih rendah dan merasa lebih beruntung padahal mereka semua bahagia.
Apalah artinya kaya raya dan bahagia. Apa juga artinya punya pasangan istimewa tapi nggak bahagia, Apa juga artinya sekolah setinggi langit kalo ilmunya nggak bikin dia atau orang lain bahagia.
Kita cuma bisa liat dari sudut pandang kita sendiri, tapi nggak pernah tahu isi hati masing-masing.


 

my little history Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template