Sebagai pembaca, saya adalah pembaca buku yang memilih buku
dari siapa pengarangnya. Karena menurut saya latar belakang seseorang akan
mempengaruhi sudut pandang dan cara menulis seseorang mengenai sesuatu. Setiap unsur
yang ada pada sebuah tulisan pasti kepingan-kepingan pengalaman dan pikiran
dari sang penulis.
Kampus saya pernah mengadakan acara bedah buku, saya adalah
salah satu panitianya, dalam acara tersebut diundang seorang pengarang buku,
seorang wanita, dia memakai baju yang sangat minim, bertato, merokok, gayanya ibukota
sekali, dia membawa beberapa teman yang merupakan timnya, sama saja
penampilanya. Timnya sempat kaget melihat orang-orang yang datang dalam acara
tersebut, para mahasiswa yang mereka pikir akan lebih bebas dan nonformil,
ternyata malah menggunakan kemeja tertutup lengkap dengan sepatu, yah memang begitulah
penampilan mahasiswa kampusku sehari-hari. Salah seorang dari tim pengarang
buku tersebut sampai meminta panitia untuk mencarikan peniti untuk menjadikan
selendang yang ia bawa sebagai penutup badanya yang ia rasa terlalu terbuka dan
kurang pas dengan suasana di ruangan tersebut. Dari penilaian saya secara
subyektif, saya kurang suka dengan orang-orang tersebut, penulis dan
orang-orang dari timnya.
Suatu hari di sebuah toko buku suami saya menemukan sebuah
buku bertemakan “Ibu”. Berhubung kami akan menjadi orang tua tentu buku dengan
tema ini sangat menarik perhatian kami, tetapi ketika saya membaca siapa
pengarangnya saya langsung melarang suami membeli buku itu. Ya, pengarangnya
adalah wanita yang pernah datang ke acara kampusku. Buku itu menceritakan
perjuangan seorang ibu, katanya, terinspirasi dari kisah nyata, entah itu
ibunya atau ibu orang lain. Seharusnya buku itu menjadi buku yang mengharukan,
menyentuh, perjuangan seorang ibu yang berjuang dan akhirnya sukses membesarkan
anak-anaknya. Sayangnya buku itu tetap tidak menarik simpati saya, pikiran saya
tetap membayang pada wanita itu.
Buku adalah inspirasi, bagaimana bisa saya terinspirasi
mengenai kisah seorang Ibu, sementara dalam otak saya terpotret sosok wanita
penulis buku itu, seseorang yang kurang berkenan di hati saya.
Mohon maaf sekali, fungsi penilaian manusia ada pada Alloh
SWT. Sungguh sebagai manusia saya tidak patut menilai orang baik atau buruk,
saya benar-benar 100% menilai wanita tersebut dari luarnya saja. Saya sama
sekali tidak punya kompetensi untuk menilai seseorang baik dan buruk, itu
adalah hak Alloh, belum tentu wanita yang saya nilai kurang sempurna tersebut
lebih buruk dari saya, sungguh belum tentu. Tapi dalam konteks ini, dalam saya
membuat pilihan mengeluarkan uang untuk membeli sebuah karya, subyektifitas
saya memilih seperti itu, memilih untuk melihat tulisan dari siapa
pengarangnya. Apakah saya suka atau tidak suka. Sekali lagi suka dan tidak
suka. Hanya pada batas itu kemampuan saya dalam menilai seseorang.
Suami saya mengingatkan untuk jangan seperti itu, lihatlah
karyanya kalau memang bagus ya harus dinilai bagus tanpa perlu melihat latar
belakang penulisnya. Nasihat itu tetap tidak bisa membohongi hati nurani saya
dalam memilih bacaan. Bagi saya tetap saja, attitude
penulis sangat mempengaruhi penilaian saya.